FYI | Ini Hafalanku, Mana Hafalanmu??!
"Bukanlah dikenal sebagai seorang Hafidz yang kumau, tetapi ketika
ditanya 'apa yang kamu lakukan semasa hidupmu?' maka 'menghafal Quran'
jawabku!"
-Curiousviki
-Curiousviki
Bagiku, menghafal Qur'an adalah misi seumur hidup. Akhir darinya bukan pada saat kita hafal, bukan pula saat kita menjadi Hafidz. Melainkan sampai kita mati, maka berhenti sudah menghafal Qur'an. So, tak ada alasan bagi si memori pendek tidak berusaha menghafal Qur'an. Tapi banyak alasan untuk menghafalnya. Apa sajakah?
Check 'em out!
Check 'em out!
Hasil pencarian "kemuliaan menghafal Qur'an" di Google.com |
Jika mau ikut-ikutan dalam beralasan "kenapa menghafal Qur'an", di mesin telusur Google.com sendiri sudah lebih dari 200.000 situs membahas tentang itu. Persitusnya sendiri ada yang terdiri dari 6 poin, 23 poin, 40 poin dan banyak lagi. Tinggal dibaca saja beberapa sumbernya, dan disikapi dengan ilmu (lebih prefer nanya ke orang langsung sih dibanding nyari di internet. Biar bisa sekalian diskusi XD). Intinya, banyak banget alasan untuk menghafal Qur'an yang didasarkan kepada Hadits, dan Qur'an. Gimana? Sudah tertarik untuk menghafal??
Masih belum tertarik juga? Tidak apa. Toh, menghafal Qur'an bukan ibadah fardhu 'ain.
Eh, yakin tuh!? Ya, hukum menghafal Qur'an bukan fardhu 'ain, tapi fardhu kifayah. Seperti kata seorang cendekiawan muslim Al-Hafizh Suyuthi:
اعلم أن حفظ القرآن فرض كفاية على الأمة
"Ketahuilah, bahwa adanya penghafal Qur'an hukumnya fardhu kifayah atas seluruh umat Islam..."
Dan Alhamdulillah nya masih banyak ini toh yang hafal Qur'an? Dilansir dari www.republika.com, Al-Hafizh di Indonesia saja mencapai 30.000 orang. Wow, angka yang fantastis kan? Eits, tapi, bukan alasan pula bagi kita untuk memasrahkan amanat penting ini ditangan orang lain, dong. Kalau 30.000 Al-Hafizh tadi menunggu orang yang lain lagi untuk menghafal Qur'an, gimana? Bingung kan?! Ingat, berpangku tangan bukanlah tindakan yang tepat! Sebagai perumpamaan, bayangkan pabila Mr. Edison menunggu orang lain yang menjadi penemu lampu. Pabila Mr. Edison berpangku tangan dan tidak inisiatif, siapa yang menjadi penemu lampu pijar?
Ingat, berpangku tangan bukanlah tindakan yang tepat! Sebagai perumpamaan, bayangkan pabila Mr. Edison menunggu orang lain yang menjadi penemu lampu. Pabila Mr. Edison berpangku tangan dan tidak inisiatif, siapa yang kan menjadi penemu lampu pijar?
Hafalanku...
Sejujurnya, angka 30.000 orang Indonesia penghafal Qur'an tadi sudah menjadi bukti bahwa kenyataannya saat ini (setidaknya) masih banyak yang berfikir bahwa dirinyalah pemengang amanat menghafal Qur'an. Baik itu anak kecil ataupun orang tua (aku remaja XD), remaja cowok (a.k.a. me) ataupun cewek, yang ganteng (a.k.a. me also) ataupun yang biasa saja. Alasan mereka bisa jadi beragam, dan pastinya karena tertarik meraih kemuliaan menghafal Qur'an. Begitupun aku. Aku ingin menghafal Qur'an, dan jika seseorang menanyai alasanku, maka berapapun itu bisa aku sebutkan (saking banyaknya alesan dan pinternya ngeles).
Foto diatas adalah seorang Al-Hafizh, Musa namanya. Dia menghafal 30 juz Qur'an di umurnya yang ke 6 XD |
Agar bacaan ini memiliki bobotnya sendiri, alasan yang kan kubeberkan bukanlah yang telah terekspos sebelumnya. Jadi mungkin kebanyakan alasanku didasarkan pada logika, yang sejauh ini belum kuketahui apakah ada Ayat ataupun Hadits yang melandasinya. Loh, kok gitu vik? Selama apa yang kutulis bukan cocoklogi ngawur, melainkan usaha dakwah melalui pendekatan logika (karena ga semua orang mampu menerima ajaran Islam just like that), kupikir sah-sah saja sih. Sebelum menanggapi dan bertanya-tanya lebih jauh, let's check my reasons out!
Makna "Bacalah Qur'an!"
Mari kita asumsikan ada dua zaman, zaman kini dan zaman dulu. Zaman kini, Qur'an berbentuk seperti halnya buku, tulisannya berharakat, jelas bedanya nun, ba, ta, tsa, dll. Intinya, Qur'an kini gampang ditadaburi, gampang dibaca, gampang dimiliki oleh siapapun. Karena Qur'an kini berbentuk buku, kalimat kerja "membaca Qur'an" mempunyai imaji seperti membaca rupa buku halaman demi halaman.
Gatau nih foto siapa XD. Sebut saja dia Ipin | Beginilah imaji "membaca Qur'an" yang terbayangkan oleh orang zaman ini |
Bagaimana dengan Qur'an di zaman dulu, ketika Qur'an masih berupa mushaf-mushaf atau lembaran lembaran terpisah yang ditulis dalam aksara Arab gundul, lalu antara huruf nun, ba, ta ,tsa , dll masih sulit dibedakan, dan tidak disusun berurutan serta LANGKA? Tak khayal lagi siapapun pasti kan sulit mendapatkan teks Qur'an pada zaman dulu. So, terbayang kah bagaimana orang zaman dulu "membaca Qur'an"?
This is what the man before you read! | Hayoooo,, pada bisa nebak ga itu surat apa ayat berapa?? XD |
Ya! Membaca Qur'an pada zaman dulu adalah melafalkannya dengan lisan. Dan ingat bahwa pada saat itu tidak semua orang punya teks Qur'an untuk mereka baca. So, how? "Iqra'!" atau "bacalah Qur'an" adalah suatu perintah dari Allah yang berarti ganjaran pahala bagi yang melakukan. Sedang kenyataan membawa orang zaman dulu pada sulitnya membaca Qur'an dalam artian membaca teks Qur'an. So, by far membaca Qur'an di zaman dulu berarti meng-hafal-kannya, lalu me-lafal-kannya, right? Disimpulkan, membaca Qur'an di zaman dulu berarti diawali oleh proses menghafalkan Qur'an.
Anyway, zaman dulu dan zaman kini dibatasi oleh proses pembukuan Qur'an di zaman Khulafaur Rasyidin. Jelasnya, sebelum proses pembukuanlah yang tadi kita sebut sebagai zaman dulu, sedang setelahnyalah yang kita sebut zaman kini. Itu berarti Rasulullah SAW hidup di zaman dulu, kan? Perintah "Bacalah!" yang ada di Q.S. Al-Alaq berarti merujuk pada "membaca" gaya zaman dulu juga, kan? So, logika-logika inilah yang mengantarkanku kepada kesimpulan bahwa menghafalkan Qur'an adalah suatu anjuran. Seperti halnya anjuran sholat yang berupa "aqaamash Shalat", dan anjuran zakat berupa "aataz Zakat", begitu pula anjuran menghafal Qur'an adalah berupa "IQRA'!" atau "Bacalah!". Bagaimana, setujukah??
Seperti halnya anjuran sholat yang berupa "aqaamash Shalat", dan anjuran zakat berupa "aataz Zakat", begitu pula anjuran menghafal Qur'an adalah berupa "IQRA'!" atau "Bacalah!"
Yakin Sudah Pernah Khatam Qur'an?
Sedari saat sudah bisa membaca Qur'an (sekitar kelas 1 SD) hingga kini berumur 18 tahun, aku sudah lupa berapa kali Qur'an kukhatamkan. Yang kuingat malah hanya khataman Qur'an yang pertama XD (mama papa katanya mau tumpengan kalau aku khatam Qur'an). Khatam yang kumaksud disini ialah berhasil membaca Qur'an dari ayat pertama Q.S. Al-Fatihah sampai ayat terakhir Q.S. An-Nas. Kalau kamu, iya kamu yang lagi baca XD, udah berapa kali khatam Qur'an model begini? Hehe
Janji manis "tumpengan" untuk mengiming-imingi anak kecil agar mengkhatamkan Qur'an | BTW fokus pada nasi kuningnya aja ya, hehe |
Tapi, benarkah begini caranya mengkhatamkan Qur'an? Jika dibandingkan dengan novel romansa, misalnya, bukankah kita anggap sudah selesai membaca novel tersebut ketika: 1. mendapat pelajaran darinya; 2. menangkap dan mengerti ceritanya. Novel yang tidak pantas disandangkan sifat "Holy" a.k.a. suci saja kita khatamkan sedemikian rupa. Apakah ketika kita mengkhatamkan Holy Qur'an dari Al-Fatihah hingga An-nas pada akhirnya kita mendapatkan pelajaran dari apa yang sudah kita baca? Apakah kita menangkap dan mengerti alur cerita Qur'an?
Untukku, jawaban untuk kedua pertanyaan tersebut adalah belum dan belum. Kalau gitu, APAKAH AKU SUDAH PERNAH KHATAM QUR'AN? Dan, APAKAH KAMU SUDAH?
Dengan begitu, bagiku menghafal Qur'an adalah jalan untuk mengkhatamkannya. Biasanya, aku membaca tulisan arab beserta arti dari ayat yang ingin ku hafal. Dari sana, pabila ternyata ada ketidakmengertian dalam menafsirkan arti ayat tadi, akan timbul diskusi ataupun bacaan lebih lanjut. Setelahnya, ketika sudah mengerti sekaligus hafal, akan muncul perasaan senang sekali. Rasanya seakan mengerti alur siklus anabolisme fotosintesis, ketika paham dan mengerti alurnya, lalu mungkin berusaha mencari kesinambungan dengan ilmu-ilmu yang dulu pernah dipahami pula, lalu diakhiri dengan ucapan "oooooooooooh" yang merdu, senaaaang sekali! Jadi, dengan usaha menghafal Qur'an, itu juga berarti usahaku dalam mengerti isi Qur'an. Hingga pada akhirnya, ketika tuntas sudah 30 juz kupahami Qur'an, pada saat itu pula aku khatam Qur'an XD.
Dengan begitu, bagiku menghafal Qur'an adalah jalan untuk mengkhatamkannya. Biasanya, aku membaca tulisan arab beserta arti dari ayat yang ingin ku hafal. Dari sana, pabila ternyata ada ketidakmengertian dalam menafsirkan arti ayat tadi, akan timbul diskusi ataupun bacaan lebih lanjut. Setelahnya, ketika sudah mengerti sekaligus hafal, akan muncul perasaan senang sekali. Rasanya seakan mengerti alur siklus anabolisme fotosintesis, ketika paham dan mengerti alurnya, lalu mungkin berusaha mencari kesinambungan dengan ilmu-ilmu yang dulu pernah dipahami pula, lalu diakhiri dengan ucapan "oooooooooooh" yang merdu, senaaaang sekali! Jadi, dengan usaha menghafal Qur'an, itu juga berarti usahaku dalam mengerti isi Qur'an. Hingga pada akhirnya, ketika tuntas sudah 30 juz kupahami Qur'an, pada saat itu pula aku khatam Qur'an XD.
Hidupku 'Tuk Hafalkan Qur'an
Secara pribadi, apa-apa yang membuatku tidak tenang dalam menjalani hari adalah ketika berfikir "apakah hari ini aku sudah produktif?". Pertanyaan itu sungguh mengganggu sekali, apalagi disaat aku menyadari bahwa seharian itu aku hanya membuang-buang waktu saja _-_. Juga semakin mengganggu ketika sadar bahwa kelak aku akan ditanya "apa saja yang telah kau lakukan semasa hidupmu?", "hidupmu kau pergunakan untuk apa?", dsb. (Duh, pusing kepala Barbie _-_)
Selain mengkhawatirkan hal itu, muncul pula kekhawatiran akan tidak sempatnya menghafal Qur'an 30 juz sebelum memori dalam otak perlahan meluntur. "Akankah aku menjadi Al-Hafizh dan membahagiakan mama papa?". Dan diperparah dengan faktor-faktor seperti; males lah, ga sempet ngafalin lah, pr numpuk lah, futur iman lah, sementara hafalan yang sudah ada kian hari kian meluntur. Huh!
Bait keduanya pas banget nih sama yang menyebabkan ku khawatir X" |
Hingga akhirnya, diriku sendiri tertegun karena suatu pertanyaan tiba-tiba bertengger di benakku; "mau apa aku setelah hafal 30 juz?", "apakah aku mampu menjaga hafalanku?", "apakah diriku bisa memegang amanat Al-Hafizh?", "apakah ini", sampai "apakah itu". Pertanyaan-pertanyaan seperti itu akhirnya membuatku sadar, bahwa mampu mengingat 30 juz Qur'an bukanlah tujuan dari menghafal Qur'an. Bagiku, itu adalah suatu nilai tambahnya saja. Justru, tujuan dari menghafal Qur'an adalah MENGISI HARIKU DENGAN AL-QUR'AN.
Ya, benar!
Menghafal Qur'an biarlah menjadi misi seumur hidup. Biarlah aku terus menghafal, lalu lupa sedikit, lalu mencoba mengulang hafalan, lalu menambahnya, lalu lupa lagi sedikit, dan seterusnya hingga mati. Jika saja nanti 30 juz Qur'an dapat ku ingat dan kumengerti dengan baik, maka itu adalah rezeki dari Nya! Dan nikmat tambahan (syafaat, kemuliaan, keistimewaan, dan lain sebagainya) dari Nya pun kan segera menyusul. Karena, bukanlah dikenal sebagai seorang Al-Hafiz yang kumau, tetapi ketika
ditanya "apa yang kamu lakukan semasa hidupmu?" maka "menghafal Quran"
jawabku!
...bukanlah dikenal sebagai seorang Al-Hafiz yang kumau, tetapi ketika ditanya "apa yang kamu lakukan semasa hidupmu?" maka "menghafal Quran" jawabku!
Sekian tulisan ini guys! Mohon dikomen ya! Apalagi kalau ternyata ada yang salah atau kurang lengkap, hehe. Dan pula tulisan ini ditulis dengan begitu banyak opini dibandingkan kalimat-kalimat berlandaskan Qur'an dan Hadits _-_ (kontroversinya banyak dong, hehe). In syaa Allah jika ada koreksi akan kita diskusikan bersama, kau dan aku XD.
Salam Ganesha,
Salam bagi yang tengah menghafalkan Qur'an,
VIKI
Good job viki
ReplyDeleteyeay
Delete